Kamis, 04 Juli 2013

defenisi sejarah pendidikan

A.      Pengertian Sejarah pendidikan
·                Sejarah pendidikan ialah uraian umum yang sistematis daripada segala sesuatu yang telah dipikirkan dan dikerjakan dalam lapangan pendidikan pada waktu yang telah lampau. Sejarah pendidikan menguraikan perkembangan pendidikan dari dahulu hingga sekarang. Sejarah pendidikan merupakan bagian daripada sejarah kebudayaan umat manusia karena mendidik itu berarti pula suatu usaha untuk menyerahkan atau mewariskan kebudayaan.
·                pengertian sejarah pendidikan ialah uraian yang sistimatis dari pada segala sesuatu yang telah difikirkan dan dikerjakan dalam lapangan pendidikan pada waktu yang telah lampau. Sejarah pendidikan menguraikan perkembangan pendidikan dari dahulu hingga sekarang.
·                Sejarah pendidikan merupakan sejarah yang mengkaji pendidikan yang meliputi sistem pendidikan, persekolahan dan gagasan-gagasan masyarakat tentang pendidikan, keagamaan dan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, dalam wujud historiografinya, sejarah pendidikan sulit di bedakan dengan sejarah intelektual jika yang di kaji mengenai  gagasan pendidikan (Supriatna, 2006).

antropologi pendidikan

  • 1. bismillahAssalamualaikum. Wr. Wb
  • 2. Sosiologi antropologi pendidikan dalam konteks pendidikan bangsa Hana Hapipah 1103063 Nura’inun Thoyibah 1103782 PGPAUD 4B Kelompok 2
  • 3. Transmisi Budaya, Enkulturasi Dan Sosialisasi Sebagai Landasan Dalam Kajian Antropologi Pendidikan1. Transmisi budaya merupakan pengiriman, penerusan atau penyebaran budaya yang telah ada kepada generasi berikutnya agar budaya tersebut tidak punah.
  • 4. 2. Enkulturasi proses penerusan kebudayaan dari generasi yang satu kepada generasi berikutnya selama hidup seorang individu dimulai dari institusi keluarga
  • 5. 3. Sosialisasi sosialisasi adalah proses dimana seseorang dapat berinteraksi dan berpartisipasi dengan masyarakat yang ada disekitarnya.
  • 6. Perkembangan penelitian antropologi di Indonesia menurut Meyer Fortes (1990) penelitian transmisi budaya dalam antropologi relatif masih sangat sedikitdilakukan oleh para antropolog. Adapaun beberapa orang yang melakukan penelitian antropologi di Indonesia1. david redcliffe (1971) yang melakukan penelitian mengenai pendidikan Ki Hajar Dewantara yang berkaitan dengan perubahan sosialnya2. Hildrer geertz (1983) yang mengungkapkan pola pengasuhan keluarga jawa dalam konteks demokrasi3. Jane Belo (1986) mengenai pola pembelajaran budaya wayang yang berorientasi pada masa lalu pada masyarakat bali.
  • 7. Peneletian mengenai sosiologi antropologi oleh orang-orang indonesia sendiridilakukan dalam bentuk thesis mereka, diantaranya1. tahun 1990 oleh Selly Riawaty yang membuktikan adanya teori reproduksidalam pendidikan kolonial di Indonesia2. Penelitian yang dilakukan oleh Hajriano Tohari tahun 1993 mengenai pola pewarisan kebudayaan batik3. Penelitian Jajang Gunawijaya tahun 1995 tentang sistem pengasuhan anak di Bogor4. Peneliti Z.A.M Syadili mengenai sosialisasi siswa dalam suatu lingkungan sekolah formal keagamaan.5. mengenai pola bertahannya pendidikan melukis pada masyarakat jelekong-Bandung yang ditulis oleh Ayat Suryatna tahun 1996.
  • 8. Konsep budaya belajar sebagai kajian antropologi pendidikan• budaya belajar adalah pola atau sistem pembelajaran yang berlangsung dan dipakai dalam kehidupan masyarakat yang berfungsi sebagai pedoman hidup masyarakat tersebut.• kebuadayaan diturunkan kepada generasi penerusnya lewat proses pendidikan
  • 9. • Pola budaya belajarnya berlangsung pada 2 arah, yaitu1. sebagai pola bagi pewarisan budaya belajar bersifat mempertahankan usaha pewarisan2. sebagai pola dari pewarisan budaya belajar dapat mengembangkan usaha pewarisan
  • 10. Menurut Talcott Parson ada beberapa prasyarat-prasyarat dalam mempertahankan dan mengembangkan kebudayaannya:1) Adaptasi (adaptation) Adaptasi merupakan suatu keharusan bagi sistem budaya belajar harus bisa menyesuaikan diri dengan lingkunagn yang dihadapi pada masyarakat disekitarnya.2) Pencapaian Tujuan (goal ettainment) Pencapaian tujuan yaitu keharusan bagi sistem budaya belajar untuk bertindak dalam kerangka dalam pencapaian tujuan bersama.3) Integrasi (integration) Integrasi yaitu keharusan bagi sistem budaya belajar untuk memiliki kemampuan agar tetap menjaga solidaritas dan kerelaan bekarja antar anggotanya.4) Latensi (latent pattern maintenance) Latensi yaitu persyaratan fungsional yang mengarah pada keharusan sistem budaya belajar memiliki kemampuan menjamin tindakan yang sesuai dengan aturan-aturan dan norma-norma yang berlaku.
  • 11. Peran guru dalammengembangkan antropologi pendidikanprinsip-prinsip yang harus diperhatikan oleh seorang pendidik :1. Penyelenggaraan pendidikan harus memperhatikan pada kesadaran adanya keberagaman2. Memahami dan mengenali pengalaman setiap individu peserta didik berdasarkan pada etnis dan keturunan3. Orientasi pelayanan bertolak dari kondisi keberagaman menuju kebersamaan4. Kiat menunjukan perbedaan untuk membangun kesamaan dan tidak memperbesar perbedaannya.

sistem informasi menejemen ( SIM )

Sistem informasi manajemen (SIM) (bahasa Inggris: management information system, MIS) adalah sistem perencanaan bagian dari pengendalian internal suatu bisnis yang meliputi pemanfaatan manusia, dokumen, teknologi, dan prosedur oleh akuntansi manajemen untuk memecahkan masalah bisnis seperti biaya produk, layanan, atau suatu strategi bisnis. Sistem informasi manajemen dibedakan dengan sistem informasi biasa karena SIM digunakan untuk menganalisis sistem informasi lain yang diterapkan pada aktivitas operasional organisasi. Secara akademis, istilah ini umumnya digunakan untuk merujuk pada kelompok metode manajemen informasi yang bertalian dengan otomasi atau dukungan terhadap pengambilan keputusan manusia, misalnya sistem pendukung keputusan, sistem pakar, dan sistem informasi eksekutif.

Daftar isi

Tujuan Umum

  • Menyediakan informasi yang dipergunakan di dalam perhitungan harga pokok jasa, produk, dan tujuan lain yang diinginkan manajemen.
  • Menyediakan informasi yang dipergunakan dalam perencanaan, pengendalian, pengevaluasian, dan perbaikan berkelanjutan.
  • Menyediakan informasi untuk pengambilan keputusan.
Ketiga tujuan tersebut menunjukkan bahwa manajer dan pengguna lainnya perlu memiliki akses ke informasi akuntansi manajemen dan mengetahui bagaimana cara menggunakannya. Informasi akuntansi manajemen dapat membantu mereka mengidentifikasi suatu masalah, menyelesaikan masalah, dan mengevaluasi kinerja (informasi akuntansi dibutuhkan dan dipergunakan dalam semua tahap manajemen, termasuk perencanaan, pengendalian dan pengambilan keputusan).

Proses Manajemen

Proses manajemen didefinisikan sebagai aktivitas-aktivitas:
  • Perencanaan, formulasi terinci untuk mencapai suatu tujuan akhir tertentu adalah aktivitas manajemen yang disebut perencanaan. Oleh karenanya, perencanaan mensyaratkan penetapan tujuan dan identifikasi metode untuk mencapai tujuan tersebut.
  • Pengendalian, perencanaan hanyalah setengah dari peretempuran. Setelah suatu rencana dibuat, rencana tersebut harus diimplementasikan, dan manajer serta pekerja harus memonitor pelaksanaannya untuk memastikan rencana tersebut berjalan sebagaimana mestinya. Aktivitas manajerial untuk memonitor pelaksanaan rencana dan melakukan tindakan korektif sesuai kebutuhan, disebut kebutuhan.
  • Pengambilan Keputusan, proses pemilihan di antara berbagai alternative disebut dengan proses pengambilan keputusan. Fungsi manajerial ini merupakan jalinan antara perencanaan dan pengendalian. Manajer harus memilih di antara beberapa tujuan dan metode untuk melaksanakan tujuan yang dipilih. Hanya satu dari beberapa rencana yang dapat dipilih. Komentar serupa dapat dibuat berkenaan dengan fungsi pengendalian.
Menurut Francisco Proses Manajemen adalah suatu proses Penukaran terhadap nilai dan jasa

Bagian

SIM merupakan kumpulan dari sistem informasi:
  • Sistem informasi akuntansi (accounting information systems), menyediakan informasi dan transaksi keuangan.
  • Sistem informasi pemasaran (marketing information systems), menyediakan informasi untuk penjualan, promosi penjualan, kegiatan-kegiatan pemasaran, kegiatan-kegiatan penelitian pasar dan lain sebagainya yang berhubungan dengan pemasaran.
  • Sistem informasi manajemen persediaan (inventory management information systems).
  • Sistem informasi personalia (personal information systems).
  • Sistem informasi distribusi (distribution information systems).
  • Sistem informasi pembelian (purchasing information systems).
  • Sistem informasi kekayaan (treasury information systems).
  • Sistem informasi analisis kredit (credit analysis information systems).
  • Sistem informasi penelitian dan pengembangan (research and development information systems).
  • Sistem informasi analisis software
  • Sistem informasi teknik (engineering information systems).
  • Sistem informasi Rumah Sakit (Hospital information systems).

analisis perencanaan pendidikan

1.      Temuan Masalah
Dalam kajian ini, saya menemukan masalah bahwa belum tuntasnya pelaksanaan wajib belajar 9 tahun disebabkan karena faktor perencanaan yang kurang matang, karena dengan perencanaan yang kurang mapan maka akan mempengaruhi faktor-faktor yang lain dalm hal pelaksanaannya.
2.      Deskripsi Masalah
Dari data Badan Pusat Statistik yang melaporkan bahwa rata-rata lama sekolah di Banten hanya 8,3 tahun. Hal ini menunjukkan rata-rata penduduk Banten hanya menikmati pendidikan sampai tingkat kelas 2 SMP. Ironis memang, ditengah wacana keinginan pemerintah menjalankan konsep pendidikan wajib belajar 12 tahun pada kenyataannya penduduk Banten belum menikmati wajar 9 tahun seperti program pemerintah pusat.
Kenyataan ini jelas menjadi masalah yang harus segera diselesaikan. Bagaimanapun juga pendidikan sangat penting bagi masyarakat, karena kemajuan pendidikan dapat menjadi salah satu representatif dari kemajuan suatu daerah.
3.      Landasan Teori
Menurut Prajudi Atmusudirdjo perencanaan adalah perhitungan dan penentuan tentang sesuatu yang akan dijalankan dalam mencapai tujuan tertentu, oleh siapa, dan bagaimana. Sedangkan definisi perencanaan pendidikan menurut Albert Waterston ialah “functional planning involves the application of a rational system of choices among feasibel cources of educational invesment and the other development actions based on a consideration of economic and social cost and benefits”. Atau dengan kata lain bahwa perencanaan pendidikan adalah investasi pendidikan yang dapat dijalankan dan kegiatan pembangunan lain yang didasarkan atas pertimbangan ekonomi dan biaya serta keuntungan sosial.[1]
4.      Analisis masalah
Informasi yang didapatkan dari radar banten, edisi 16 mei 2012 disebutkan bahwa anggaran pendidikan di provinsi Banten baru mencapai 11,4 % dari jumlah APBD. Hal ini tentu sangat mempengaruhi mengapa wajar 9 tahun di provinsi banten belum juga tuntas. Apabila melihat pesan yang terkandung dalam undang-undang yang menyebutkan bahwa anggaran pendidikan harus mencapai 20 % dari jumlah APBD tentu fenomena ini telah melanggar aturan. Mengacu pada landasan teori yang kita pakai, bahwa perencanaan pendidikan harus juga mempertimbangkan ekonomi dan biaya. Jika biaya yang dianggarkan untuk penyelenggaraan pendidikan baru 11,4% maka pantas saja jika penuntasan wajib belajar 9 tahun belum juga terselesaikan. Hal yang perlu di kaji ulang dalam perencanaan pendidikan di provinsi banten diantaranya :
·      Harus mempertimbangkan biaya untuk pengembangan pendidikan
·      Mengevaluasi kinerja pada perencanaan pendidikan yang sebelumnya
·      Menentukan tujuan yang ingin dicapai sedetail mungkin.
·      Melihat fenomena keadaan pendidikan sekarang, apa saja hal yang harus dikembangkan, diperbaiki atau ditambahkan guna menunjang tujuan dari perencanaan itu,
·      Strategi yang akan dipakai harus seopreasionil mungkin.
·      Menentukan siapa saja yang memegang kendali dalam perencanaan pendidikan ini.
Berbicara tentang perencanaan tidak semudah kita bermimpi. Dalam sebuah perencanaan, kita harus bersikap rasional, dan penuntasan wajar 9 tahun pun dapat dikatakan rasional apabila komponen dalam pelaksanaannya mendukung, misalnya terjalin koordinasi dan adanya partisipasi dari masyarakat.
Hal yang banyak kita temui saat ini, bahwa tidak sedikit lembaga berwenang dalam hal pendidikan menganggap bahwa bos sudah sangat cukup untuk membiayai pendidikan, padahal bos lebih bersifat untuk oprasional sedangkan untuk infrastruktur kita bisa melihat masih banyak sekolah yang hampir saja akan roboh. Ini juga hendaknya menjadi bahan perhitungan dalam perencanaan pendidikan, karena bagaimanapun juga masyarakat harus menikmati fasilitas yang layak.
Selain itu, kualitas tenaga pengajar yang kurang mendukung. Para tenaga pengajar saat ini sebagian hanya berprinsip, datang untuk mengajar,masalah faham dan tidaknya itu urusan belakangan, yang penting saya sudah menjalankan kewajiban. Atau mereka yang telah memberikan pemahaman namun hanya sebatas apa yang menjadi kewajiban tanpa memberikan wawasan yang lebih. Kurangnya kontrol dari orangtua juga menjadi penghambat dalam perencanaan pendidikan dapat berjalan optimal, para orangtua banyak yang beranggapan bahwa sekolah adalah tempatnya belajar, maka sepenuhnya pedidikan itu tanggungjawab sekolah. sehingga mereka para orangtua jarang memperhatikan perkembangan mental dan psikologi anaknya dan hal ini akan berimbas sekalipun wajar 9 tahun itu dilaksanakan namun bobot mereka akan nihil.
5.      Solusi
Setelah kita mengidentifikasi masalah yang timbul dalam pelaksanaan pembangunan pendidikan wajar 9 tahun ini, kita dapat menentukan strategi seperti apa agar pelaksanaan perencanaan ini dapat berjalan sesuai dengan rencana dan hasilnya efektif serta efisien. Untuk menuntaskan wajar 9 tahun diperlukan kinerja yang ekstra dari semua pihak. Bukan saja pemerintah provinsi dan kabupaten sebagai lembaga pengendali perencanaan dan pelaksanaannya, namun juga kita mahasiswa atau agen perubahan. Melalui pengabdian kita atau wujud dari tri darma perguruan tinggi, kita dapat memberikan bimbingan belajar pada anak-anak yang kurang mampu atau dipelosok desa mulai saat ini atau minimal pada saat KKM nanti. Selain itu kita juga dapat melakukan pendekatan interpersonal kepada masyarakat bahwa pendidikan itu bukan hanya sebatas belajar disekolah namun juga harus mencermati perkembangan mental dan psikologi anak.
Untuk menambah anggaran pendidikan dan menambah sarana dan prasarana sekolah pemerintah dapat memanfaatkan peran swasta dengan program CSR yang mereka miliki, program CSR itu dapat dilakukan dengan bantuan langsung ke setiap sekolah untuk sarana penunjang siswa atau melalui beasiswa berprestasi sampai perguruan tinggi untuk memotivasi siswa agar terus menggali potensinya dan kelak akan memberikan perubahan positif terhadap kemajuan bangsa tercinta.

psikologi pendidikan

A.     Pendahuluan

Psikologi pendidikan adalah studi yang sistematis terhadap proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan pendidikan. Sedangkan pendidikan adalah proses pertumbuhan yang berlangsung melalui tindakan-tindakan belajar (Whiterington, 1982:10). Dari batasan di atas terlihat adanya kaitan yang sangat kuat antara psikologi pendidikan dengan tindakan belajar. Karena itu, tidak mengherankan apabila beberapa ahli psikologi pendidikan menyebutkan bahwa lapangan utama studi psikologi pendidikan adalah soal belajar. Dengan kata lain, psikologi pendidikan memusatkan perhatian pada persoalan-persoalan yang berkenaan dengan proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan tindakan belajar.
Karena konsentrasinya pada persoalan belajar, yakni persoalan-persoalan yang senantiasa melekat pada subjek didik, maka konsumen utama psikologi pendidikan ini pada umumnya adalah pada pendidik. Mereka memang dituntut untuk menguasai bidang ilmu ini agar mereka, dalam menjalankan fungsinya, dapat menciptakan kondisi-kondisi yang memiliki daya dorong yang besar terhadap berlangsungnya tindakan-tindakan belajar secara efektif.

B.     Mendorong Tindakan Belajar

             Pada umumnya orang beranggapan bahwa pendidik adalah sosok yang memiliki sejumlah besar pengetahuan tertentu, dan berkewajiban menyebarluaskannya kepada orang lain. Demikian juga, subjek didik sering dipersepsikan sebagai sosok yang bertugas mengkonsumsi informasi-informasi dan pengetahuan yang disampaikan pendidik. Semakin banyak informasi pengetahuan yang mereka serap atau simpan semakin baik nilai yang mereka peroleh, dan akan semakin besar pula pengakuan yag mereka dapatkan sebagai individu terdidik.
Anggapan-anggapan seperti ini, meskipun sudah berusia cukup tua, tidak dapat dipertahankan lagi. Fungsi pendidik menjejalkan informasi pengetahuan sebanyak-banyakya kepada subjek didik dan fungsi subjek didik menyerap dan mengingat-ingat keseluruhan  informasi itu, semakin tidak relevan lagi mengingat bahwa pengetahuan itu sendiri adalah sesuatu yang dinamis dan tidak terbatas. Dengan kata lain, pengetahuan-pengetahuan (yang dalam perasaan dan pikiran manusia dapat dihimpun) hanya bersifat sementara dan berubah-ubah, tidak mutlak (Goble, 1987 : 46). Gugus pengetahuan yang dikuasai dan disebarluaskan saat ini, secara relatif, mungkin hanya berfungsi untuk saat ini, dan tidak untuk masa lima hingga sepuluh tahun ke depan. Karena itu, tidak banyak artinya menjejalkan informasi pengetahuan kepada subjek didik, apalagi bila hal itu terlepas dari konteks pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.
Namun demikian bukan berarti fungsi traidisional pendidik untuk menyebarkan informasi pengetahuan harus dipupuskan sama sekali. Fungsi ini, dalam batas-batas tertentu, perlu dipertahankan, tetapi harus dikombinasikan dengan fungsi-fungsi sosial yang lebih luas, yakni membantu subjek didik untuk memadukan informasi-informasi yang terpecah-pecah dan tersebar ke dalam satu falsafah yang utuh. Dengan kata lain dapat diungkapkan bahwa menjadi seorang pendidik dewasa ini berarti juga menjadi “penengah” di dalam perjumpaan antara subjek didik dengan himpunan informasi faktual yang setiap hari mengepung kehidupan mereka.
Sebagai penengah, pendidik harus mengetahui dimana letak sumber-sumber informasi pengetahuan tertentu dan mengatur mekanisme perolehannya apabila sewaktu-waktu diperlukan oleh subjek didik.Dengan perolehan informasi pengetahuan tersebut, pendidik membantu subjek didik untuk mengembangkan kemampuannya mereaksi dunia sekitarnya. Pada momentum inilah tindakan belajar dalam pengertian yang sesungguhya terjadi, yakni ketika subjek didik belajar mengkaji kemampuannya secara realistis dan menerapkannya untuk mencapai kebutuhan-kebutuhannya.
Dari deskripsi di atas terlihat bahwa indikator dari satu tindakan belajar yang berhasil adalah : bila subjek didik telah mengembangkan kemampuannya sendiri. Lebih jauh lagi, bila subjek didik berhasil menemukan dirinya sendiri ; menjadi dirinya sendiri. Faure (1972) menyebutnya sebagai “learning to be”.
Adalah tugas pendidik untuk menciptakan kondisi yang kondusif bagi berlangsungnya tindakan belajar secara efektif. Kondisi yang kondusif itu tentu lebih dari sekedar memberikan penjelasan tentang hal-hal yang termuat di dalam buku teks, melainkan mendorong, memberikan inspirasi, memberikan motif-motif dan membantu subjek didik dalam upaya mereka mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan (Whiteherington, 1982:77). Inilah fungsi motivator, inspirator dan fasilitator dari seorang pendidik.
 

C.     Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses dan Hasil Belajar

Agar fungsi pendidik sebagai motivator, inspirator dan fasilitator dapat dilakonkan dengan baik, maka pendidik perlu memahami faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar subjek didik. Faktor-faktor itu lazim dikelompokkan atas dua bahagian, masing-masing faktor fisiologis dan faktor psikologis (Depdikbud, 1985 :11).
1.   Faktor Fisiologis
Faktor-faktor fisiologis ini mencakup faktor material pembelajaran, faktor lingkungan, faktor instrumental dan faktor kondisi individual subjek didik.Material pembelajaran turut menentukan bagaimana proses dan hasil belajar yang akan dicapai subjek didik. Karena itu, penting bagi pendidik untuk mempertimbangkan kesesuaian material pembelajaran dengan tingkat kemampuan subjek didik ; juga melakukan gradasi material pembelajaran dari tingkat yang paling sederhana ke tingkat lebih kompeks.
Faktor lingkungan, yang meliputi lingkungan alam dan lingkungan sosial, juga perlu mendapat perhatian. Belajar dalam kondisi alam yang segar selalu lebih efektif dari pada sebaliknya. Demikian pula, belajar padapagi hari selalu memberikan hasil yang lebih baik dari pada sore hari. Sementara itu, lingkungan sosial yang hiruk pikuk, terlalu ramai, juga kurang kondisif bagi proses dan pencapaian hasil belajar yang optimal.
Yang tak kalah pentingnya untuk dipahami adalah faktor-faktor instrumental, baik yang tergolong perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (software). Perangkat keras seperti perlangkapan belajar, alat praktikum, buku teks dan sebagainya sangat berperan sebagai sarana pencapaian tujuan belajar. Karenanya, pendidik harus memahami dan mampu mendayagunakan faktor-faktor instrumental ini seoptimal mungkin demi efektifitas pencapaian tujuan-tujuan belajar.
Faktor fisiologis lainnya yang berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar adalah kondisi individual subjek didik sendiri. Termasuk ke dalam faktor ini adalah kesegaran jasmani dan kesehatan indra. Subjek didik yang berada dalam kondisi jasmani yang kurang segar tidak akan memiliki kesiapan yang memadai untuk memulai tindakan belajar.
2.   Faktor Psikologis
     Faktor-faktor psikologis yang berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar      
     jumlahnya banyak sekali, dan masing-masingnya tidak dapat dibahas secara
     terpisah.
Perilaku individu, termasuk perilaku belajar, merupakan totalitas penghayatan dan aktivitas yang lahir sebagai hasil akhir saling pengaruh antara berbagai gejala, seperti perhatian, pengamatan, ingatan, pikiran dan motif.
2.1.   Perhatian
Tentulah dapat diterima bahwa subjek didik yang memberikan perhatian intensif dalam belajar akan memetik hasil yang lebih baik. Perhatian intensif ditandai oleh besarnya kesadaran yang menyertai aktivitas belajar. Perhatian intensif subjek didik ini dapat dieksloatasi sedemikian rupa melalui strategi pembelajaran tertentu, seperti menyediakan material pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan subjek didik, menyajikan material pembelajaran dengan teknik-teknik yang bervariasi dan kreatif, seperti bermain peran (role playing), debat dan sebagainya.
Strategi pemebelajaran seperti ini juga dapat memancing perhatian yang spontan dari subjek didik. Perhatian yang spontan dimaksudkan adalah perhatian yang tidak disengaja, alamiah, yang muncul dari dorongan-dorongan instingtif untuk mengetahui sesuatu, seperti kecendrungan untuk mengetahui apa yang terjadi di sebalik keributan di samping rumah, dan lain-lain. Beberapa hasil penelitian psikologi menunjukkan bahwa perhatian spontan cendrung menghasilkan ingatan yang lebih lama dan intensif dari pada perhatian yang disengaja.
2.2.  Pengamatan
Pengamatan adalah cara pengenalan dunia oleh subjek didik melalui penglihatan, pendengaran, perabaan, pembauan dan pengecapan. Pengamatan merupakan gerbang bai masuknya pengaruh dari luar ke dalam individu subjek didik, dan karena itu pengamatan penting artinya bagi pembelajaran.
Untuk kepentingan pengaturan proses pembelajaran, para pendidik perlu memahami keseluruhan modalitas pengamatan tersebut, dan menetapkan secara analitis manakah di antara unsur-unsur modalitas pengamatan itu yang paling dominan peranannya dalam proses belajar. Kalangan psikologi tampaknya menyepakati bahwa unsur lainnya dalam proses belajar. Dengan kata lain, perolehan informasi pengetahuan oleh subjek didik lebih banyak dilakukan melalui penglihatan dan pendengaran.
Jika demikian, para pendidik perlu mempertimbangkan penampilan alat-alat peraga di dalam penyajian material pembelajaran yang dapat merangsang optimalisasi daya penglihatan dan pendengaran subjek didik. Alat peraga yang dapat digunakan, umpamanya ; bagan, chart, rekaman, slide dan sebagainya.
2.3.  Ingatan
Secara teoritis, ada 3 aspek yang berkaitan dengan berfungsinya ingatan, yakni (1) menerima  kesan, (2) menyimpan kesan, dan (3) memproduksi kesan. Mungkin karena fungsi-fungsi inilah, istilah “ingatan” selalu didefinisikan sebagai kecakapan untuk menerima, menyimpan dan mereproduksi kesan.
Kecakapan merima kesan sangat sentral peranannya dalam belajar. Melalui kecakapan inilah, subjek didik mampu mengingat hal-hal yang dipelajarinya.
Dalam konteks pembelajaran, kecakapan ini dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, di antaranya teknik pembelajaran yang digunakan pendidik. Teknik pembelajaran yang disertai dengan penampilan bagan, ikhtisar dan sebagainya kesannya akan lebih dalam pada subjek didik. Di samping itu, pengembangan teknik pembelajaran yang mendayagunakan “titian ingatan” juga lebih mengesankan bagi subjek didik, terutama untuk material pembelajaran berupa rumus-rumus atau urutan-urutan lambang tertentu. Contoh kasus yang menarik adalah mengingat nama-nama kunci nada g (gudeg), d (dan), a (ayam), b (bebek) dan sebagainya.
Hal lain dari ingatan adalah kemampuan menyimpan kesan atau mengingat. Kemampuan ini tidak sama kualitasnya pada setiap subjek didik. Namun demikian, ada hal yang umum terjadi pada siapapun juga : bahwa segera setelah seseorang selesai melakukan tindakan belajar, proses melupakan akan terjadi. Hal-hal yang dilupakan pada awalnya berakumulasi dengan cepat, lalu kemudian berlangsung semakin lamban, dan akhirnya sebagian hal akan tersisa dan tersimpan dalam ingatan untuk waktu yang relatif lama.
Untuk mencapai proporsi yang memadai untuk diingat, menurut kalangan psikolog pendidikan, subjek didik harus mengulang-ulang hal yang dipelajari dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama. Implikasi pandangan ini dalam proses pembelajaran sedemikian rupa sehingga memungkinkan bagi subjek didik untuk mengulang atau mengingat kembali material pembelajaran yang telah dipelajarinya. Hal ini, misalnya, dapat dilakukan melalui pemberian tes setelah satu submaterial pembelajaran selesai.
Kemampuan resroduksi, yakni pengaktifan atau prosesproduksi ulang hal-hal yang telah dipelajari, tidak kalah menariknya untuk diperhatikan. Bagaimanapun, hal-hal yang telah dipelajari, suatu saat, harus diproduksi untuk memenuhi kebutuhan tertentu subjek didik, misalnya kebutuhan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam ujian ; atau untuk merespons tantangan-tangan dunia sekitar.
Pendidik dapat mempertajam kemampuan subjek didik dalam hal ini melalui pemberian tugas-tugas mengikhtisarkan material pembelajaran yang telah diberikan.
2.4.  Berfikir
Definisi yang paling umum dari berfikir adalah berkembangnya ide dan konsep (Bochenski, dalam Suriasumantri (ed), 1983:52) di dalam diri seseorang. Perkembangan ide dan konsep ini berlangsung melalui proses penjalinan hubungan antara bagian-bagian informasi yang tersimpan di dalam didi seseorang yang berupa pengertian-perngertian. Dari gambaran ini dapat dilihat bahwa berfikir pada dasarnya adalah proses psikologis dengan tahapan-tahapan berikut : (1) pembentukan pengertian, (2) penjalinan pengertian-pengertian, dan (3) penarikan kesimpulan.
Kemampuan berfikir pada manusia alamiah sifatnya. Manusia yang lahir dalam keadaan normal akan dengan sendirinya memiliki kemampuan ini dengan tingkat yang reletif berbeda. Jika demikian, yang perlu diupayakan dalam proses pembelajaran adalah mengembangkan kemampuan ini, dan bukannya melemahkannya. Para pendidik yang memiliki kecendrungan untuk memberikan penjelasan yang “selengkapnya” tentang satu material pembelajaran akan cendrung melemahkan kemampuan subjek didik untuk berfikir. Sebaliknya, para pendidik yang lebih memusatkan pembelajarannya pada pemberian pengertian-pengertian atau konsep-konsep kunci yang fungsional akan mendorong subjek didiknya mengembangkan kemampuan berfikir mereka. Pembelajaran seperti ni akan menghadirkan tentangan psikologi bagi subjek didik untuk merumuskan kesimpulan-kesimpulannya secara mandiri.
2.5.  Motif
Motif adalah keadaan dalam diri subjek didik yang mendorongnya untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu. Motif boleh jadi timbul dari rangsangan luar, seperti pemberian hadiah bila seseorang dapat menyelesaikan satu tugas dengan baik. Motif semacam ini sering disebut motif ekstrensik. Tetapi tidak jarang pula motif tumbuh di dalam diri subjek didik sendiri yang disebut motif intrinsik. Misalnya, seorang subjek didik gemar membaca karena dia memang ingin mengetahui lebih dalam tentang sesuatu.
Dalam konteks belajar, motif intrinsik tentu selalu lebih baik, dan biasanya berjangka panjang. Tetapi dalam keadaan motif intrinsik tidak cukup potensial pada subjek didik, pendidik perlu menyiasati hadirnya motif-motif ekstrinsik. Motif ini, umpamanya, bisa dihadirkan melalui penciptaan suasana kompetitif di antara individu maupun kelompok subjek didik. Suasana ini akan mendorong subjek didik untuk berjuang atau berlomba melebihi yang lain.Namun demikian, pendidik harus memonitor suasana ini secara ketat agar tidak mengarah kepada hal-hal yang negatif.
Motif ekstrinsik bisa juga dihadirkan melalui siasat “self competition”, yakni menghadirkan grafik prestasi individual subjek didik.Melalui grafik ini, setiap subjek didik dapat melihat kemajuan-kemajuannya sendiri. Dan sekaligus membandingkannya dengan kemajuan yang dicapai teman-temannya.Dengan melihat grafik ini, subjek didik akan terdorong untuk meningkatkan prestasinya supaya tidak berada di bawah prestasi orang lain.

Pengukuran, Penilaian dan Evaluasi Pendidikan

a. Pengukuran

Pengukuran dapat diartikan dengan kegiatan untuk mengukur sesuatu. Pada hakekatnya, kegiatan ini adalah membandingkan sesuatu dengan atau sesuatu yang lain (Anas Sudijono, 1996: 3) Jika kita mengukur suhu badan seseorang dengan termometer, atau mengukur jarak kota A dengan kota B, maka sesungguhnya yang sedang dilakukan adalah mengkuantifikasi keadaan seseorang atau tempat kedalam angka. Karenanya, dapat dipahami bahwa pengukuran itu bersifat kuantitatif

Maksud dilaksanakan pengukuran sebagaimana dikemukakan Anas Sudijono (1996: 4) ada tiga macam yaitu : (1) pengukuran yang dilakukan bukan untuk menguji sesuatu seperti orang mengukur jarak dua buah kota, (2) pengukuran untuk menguji sesuatu seperti menguji daya tahan lampu pijar serta (3) pengukuran yang dilakukan untuk menilai. Pengukuran ini dilakukan dengan jalan menguji hal yang ingin dinilai seperti kemajuan belajar dan lain sebagainya.


Dalam dunia pendidikan, yang dimaksud pengukuran sebagaimana disampaikan Cangelosi (1995: 21) adalah proses pengumpulan data melalui pengamatan empiris. Proses pengumpulan ini dilakukan untuk menaksir apa yang telah diperoleh siswa setelah mengikuti pelajaran selama waktu tertentu. Proses ini dapat dilakukan dengan mengamati kinerja mereka, mendengarkan apa yang mereka katakan serta mengumpulkan informasi yang sesuai dengan tujuan melalui apa yang telah dilakukan siswa.
Menurut Mardapi (2004: 14) pengukuran pada dasarnya adalah kegiatan penentuan angka terhadap suatu obyek secara sistematis. Karakteristik yang terdapat dalam obyek yang diukur ditransfer menjadi bentuk angka sehingga lebih mudah untuk dinilai. aspek-aspek yang terdapat dalam diri manusia seperti kognitif, afektif dan psikomotor dirubah menjadi angka. Karenanya, kesalahan dalam mengangkakan aspek-aspek ini harus sekecil mungkin. Kesalahan yang mungkin muncul dalam melakukan pengukuran khususnya dibidang ilmu-ilmu sosial dapat berasal dari alat ukur, cara mengukur dan obyek yang diukur.

Pengukuran dalam bidang pendidikan erat kaitannya dengan tes. Hal ini dikarenakan salah satu cara yang sering dipakai untuk mengukur hasil yang telah dicapai siswa adalah dengan tes. Selain dengan tes, terkadang juga dipergunakan nontes. Jika tes dapat memberikan informasi tentang karakteristik kognitif dan psikomotor, maka nontes dapat memberikan informasi tentang karakteristik afektif obyek.

b. Penilaian

Penilaian merupakan bagian penting dan tak terpisahkan dalam sistem pendidikan saat ini. Peningkatan kualitas pendidikan dapat dilihat dari nilai-nilai yang diperoleh siswa. Tentu saja untuk itu diperlukan sistem penilaian yang baik dan tidak bias. Sistem penilaian yang baik akan mampu memberikan gambaran tentang kualitas pembelajaran sehingga pada gilirannya akan mampu membantu guru merencanakan strategi pembelajaran. Bagi siswa sendiri, sistem penilaian yang baik akan mampu memberikan motivasi untuk selalu meningkatkan kemampuannya.

Dalam sistem evaluasi hasil belajar, penilaian merupakan langkah lanjutan setelah dilakukan pengukuran. informasi yang diperoleh dari hasil pengukuran selanjutnya dideskripsikan dan ditafsirkan. Karenanya, menurut Djemari Mardapi (1999: 8) penilaian adalah kegiatan menafsirkan atau mendeskripsikan hasil pengukuran. Menurut Cangelosi (1995: 21) penilaian adalah keputusan tentang nilai. Oleh karena itu, langkah selanjutnya setelah melaksanakan pengukuran adalah penilaian. Penilaian dilakukan setelah siswa menjawab soal-soal yang terdapat pada tes. Hasil jawaban siswa tersebut ditafsirkan dalam bentuk nilai.

Menurut Djemari Mardapi (2004: 18) ada dua acuan yang dapat dipergunakan dalam melakukan penilaian yaitu acuan norma dan acuan kriteria. Dalam melakukan penilaian dibidang pendidikan, kedua acuan ini dapat dipergunakan. Acuan norma berasumsi bahwa kemampuan seseorang berbeda serta dapat digambarkan menurut kurva distribusi normal. Sedangkan acuan kriteria berasumsi bahwa apapun bisa dipelajari semua orang namun waktunya bisa berbeda.

Penggunaan acuan norma dilakukan untuk menyeleksi dan mengetahui dimana posisi seseorang terhadap kelompoknya. Misalnya jika seseorang mengikuti tes tertentu, maka hasil tes akan memberikan gambaran dimana posisinya jika dibandingkan dengan orang lain yang mengikuti tes tersebut. Adapun acuan kriteria dipergunakan untuk menentukan kelulusan seseorang dengan membandingkan hasil yang dicapai dengan kriteria yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Acuan ini biasanya digunakan untuk menentukan kelulusan seseorang. Seseorang yang dikatakan telah lulus berarti bisa melakukan apa yang terdapat dalam kriteria yang telah ditetapkan dan sebaliknya. Acuan kriteria, ini biasanya dipergunakan untuk ujian-ujian praktek.
Dengan adanya acuan norma atau kriteria, hasil yang sama yang didapat dari pengukuran ataupun penilaian akan dapat diinterpretasikan berbeda sesuai dengan acuan yang digunakan. Misalnya, kecepatan kendaraan 40 km/jam akan memiliki interpretasi yang berbeda apabila kendaraan tersebut adalah sepeda dan mobil.

c. Evaluasi

Pengukuran, penilaian dan evaluasi merupakan kegiatan yang bersifat hierarki. Artinya ketiga kegiatan tersebut dalam kaitannya dengan proses belajar mengajar tidak dapat dipisahkan satu sama lain dan dalam pelaksanaannya harus dilaksanakan secara berurutan.

Evaluasi Menurut Suharsimi Arikunto (2004: 1) adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil keputusan. Dalam bidang pendidikan, evaluasi sebagaimana dikatakan Gronlund (1990: 5) merupakan proses yang sistematis tentang mengumpulkan, menganalisis dan menafsirkan informasi untuk menentukan sejauhmana tujuan pembelajaran telah dicapai oleh siswa. Menurut Djemari Mardapi (2004: 19) evaluasi adalah proses mengumpulkan informasi untuk mengetahui pencapaian belajar kelas atau kelompok.

Dari pendapat di atas, ada beberapa hal yang menjadi ciri khas dari evaluasi yaitu: (1) sebagai kegiatan yang sistematis, pelaksanaan evaluasi haruslah dilakukan secara berkesinambungan. Sebuah program pembelajaran seharusnya dievaluasi disetiap akhir program tersebut, (2) dalam pelaksanaan evaluasi dibutuhkan data dan informasi yang akurat untuk menunjang keputusan yang akan diambil. Asumsi-asumsi ataupun prasangka. bukan merupakan landasan untuk mengambil keputusan dalam evaluasi, dan (3) kegiatan evaluasi dalam pendidikan tidak pernah terlepas dari tujuan-tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Karena itulah pendekatan goal oriented merupakan pendekatan yang paling sesuai untuk evaluasi pembelajaran

perencanaan pembelajaran

  • 1. PERENCANAAN PEMBELAJARAN Pengarang : Abdul Majid Tahun : 2006 Penerbit : Rosda Disusun Oleh : Nama : Arin Ariyanti N I M : 20080210493 Tkt/Smt : II / IV Jurusan : Pend. Ekonomi
  • 2. BAB 1 KONSEP PERENCANAAN PENGAJARAN Perencanaan adalah menyusun langkah-langkah yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Berkenaan dengan perencanaan, perencanaan mengandung rangkaian-rangkaian putusan yang luas dan penjelasan-penjelasan dari tujuan, penentuan kebijakan, penentuan program, penentuan metode-metode dan prosedur tertentu dan penentuan kegiatan berdasarkan jadwal sehari-hari. Sampai saat ini riset tentang perencanaan pengajaran masih jarang, tetapi beberapa konsep dapat membantu guru dalam meningkatkan efektifitas pembuatan perencanaan pengajaran.
  • 3. Konsep perencanaan pengajaran dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, yaitu: Perencanaan Pengajaran sebagai teknologi Perencanaan Pengajaran sebagai suatu sistem Perencanaan Pengajaran sebagai sebuah disiplin Perencanaan Pengajaran sebagai sains Perencanaan Pengajaran sebagai sebuah proses Perencanaan Pengajaran sebagai sebuah realitas Perencanaan Pengajaran juga dimaksudkan sebagai langkah awal sebelum proses pembelajaran berlangsung. Terdapat beberapa manfaat perencanaan pengajaran dalam proses belajar mengajar yaitu: Sebagai petunjuk arah kegiatan dalam mencapai tujuan Sebagai pola dasar dalam mengatur tugas dan wewenang bagi setiap unsur yang terlibat dalam kegiatan. Sebagai pedoman kerja bagi setiap unsur, baik unsur guru maupun unsur murid
  • 4. Manfaat perencanaan pengajaran dalam proses belajar mengajar yaitu: (lanjutan) 4. Sebagai alat ukur efektif tidaknya suatu pekerjaan, sehingga setiap saat diketahui ketepatan dan kelambatan kerja. 5. Untuk bahan penyusunan data agar terjadi keseimbangan kerja 6. Untuk menghemat waktu, tenaga, alat-alat dan biaya. Komentar Bab 1 : Dengan mengacu kepada berbagai sudut pandang tersebut, maka perencanaan program pengajaran harus sesuai dengan konsep pendidikan dan pengajaran yang dianut dalam kurikulum. Karena sistem dan teknologi pembelajaran bertujuan agar pelaksanaan pengajaran berjalan dengan efektif dan efisien.
  • 5. BAB 2 PENGEMBANGAN SILABUS Silabus adalah ancangan pembelajaran yang berisi rencana bahan ajar mata pelajaran tertentu pada jenjang dan kelas tertentu, sebagai hasil dari seleksi, pengelompokan, pengurutan, dan penyajian materi kurikulum, yang dipertimbangkan berdasarkan ciri dan kebutuhan daerah setempat. Pada umumnya suatu silabus paling sedikit harus mencakup unsur-unsur : 1. Tujuan Mata Pelajaran yang akan diajarkan. 2. Sasaran-sasaran mata pelajaran. 3. Keterampilan yang diperlukan agar dapat menguasai mata pelajaran tersebut dengan baik. 4. Urutan topik-topik yang diajarkan. 5. Aktivitas dan sumber-sumber belajar pendukung keberhasilan pengajaran. 6. Berbagai teknik evaluasi yang digunakan.
  • 6. Silabus bermanfaat sebagai pedoman dalam pengembangan pnbelajaran, seperti pembuatan rencana pembelajaran, pengelolaan kegiatan pembelajaran dan pengembangan sistem penilaian yang dalam pelaksanaan pembelajaran berbasis kompetensi sistem penilaian selalu mengacu pada standar kompetensi, kompetensi dasar dan pembelajaran yang terdapat didalam silabus. Beberapa prinsip yang mendasari pengembangan silabus antara lain : ilmiah, memperhatikan perkembangan dan kebutuhan siswa, sistematis, relevansi, konsisten, dan kecukupan. Standar kompetensi, kompetensi dasar dan materi pokok, sudah disiapkan oleh pemerintah. Oleh karena itu tugas guru adalah mengembangkan setiap kompetensi dasar tersebut dengan jalan menentukan materi pokok, pengalaman belajar, alokasi waktu dan sumber bahan.
  • 7. Komentar Bab 2 : Menurut saya silabus dan sistem penilaian disusun berdasarkan prinsip yang berorientasi pada pencapaian kompetensi dan sistiem penilaian mata pelajaran harus disusun sesuai dengan kebutuhan daerah atau sekolah tersebut sehingga bener-benar menjadi pedoman guru dalam mengembangkan pembelajaran dan pengorganisasian seluruh komponen yang dapat mengubah perilaku peserta didik.
  • 8. BAB 3 PENGEMBANGAN KECAKAPAN Pendidikan modern dewasa ini dihadapkan pada dilema yang substansial. Pendidikan diselenggarakan dengan menitikberatkan pada transmisi sains yang tanpa karakter, sehingga proses dehumanisasi dalam proses pembangunan bangsa kerap terjadi. Lemahnya dunia pendidikan dalam mempromosikan nilai-nilai luhur bangsa menyebabkan semakin terkikisnya rasa kebanggaan terhadap tanah air, tanggung jawab sosial, bahkan komitmen beragama. Masih banyak praktek pendidikan yang belum memberikan kesempatan kepada murid untuk mengembangkan segenap potensi agar memiliki kepribadian seutuhnya.
  • 9. Lebih lanjut Jamaludin mengemukakan bahwa yang di maksud dengan keterpaduan mencakup : Kognitif , yakni pembinaan kecerdasan dan ilmu pengetahuan yang luas dan mendalam. Afektif , yakni pembinaan sikap mental yang mantap dan matang. Psikomotor , yakni pembinaan tingkah laku dan akhlak mulia. Berikut ini beberapa masukan bagi guru dalam mengembangkan kecakapan belajar berdasarkan fase belajar : => Guru membuat perhatian siswa terpusat pada tugas belajar yang dihadapi. => Guru mengarahkan perhatian siswa, supaya khusus memperhatikan unsur-unsur pokok dalam materi pelajaran. => Peran guru dalam hal ini adalah membantu siswa untuk mencernakan materi pelajaran dan menuangkannya dalam bentuk suatu perumusan verbal, skema atau bagan. => Guru harus dengan segera memberikan umpan balik atas prestasi yang ditunjukkan/didemontrasikan siswa.
  • 10. Komentar Bab 3 : Untuk mampu memberikan manfaat kepada orang lain tentulah guru harus mempunyai kemampuan atau kompetensi dalam keterampilan, hal inilah yang harus menjadi perhatian semua kalangan baik itu pendidik, orang tua maupun lingkungan sekitarnya agar proses pembelajaran diarahkan pada proses pembentukan kompetensi agar siswa kelak dapat memberi manfaat baik untuk dirinya sendiri maupun orang lain.
  • 11. BAB 4 PENGEMBANGAN PERSIAPAN MENGAJAR Persiapan mengajar pada hakikatnya memproyeksikan tentang apa yang akan dilakukan. Dengan demikian, persipan mengajar adalah memperkirakan tindakan yang akan dilakukan dalam kegiatan pembelajaran. Perencanaan pembelajaran perlu dilakukan untuk mengkoordinasikan komponen-pembelajaran. Membuat rencana mengajar merupakan tugas guru yang paling utama. Guru dapat mengembangkan rencana pengajaran dalam berbagai bentuk (Lembar Kerja Siswa, Lembar Tugas Siswa, Lembar Informasi, dan lain-lain), sesuai dengan strategi pembelajaran dan penilaian yang akan digunakan. Sebagai perencana, guru hendaknya dapat mendiagnosa kebutuhan para siswa sebagai subjek belajar, merumuskan tujuan kegiatan proses pembelajaran dan menetapkan strategi pengajaran yang ditempuh untuk merealisasikan tujuan yang telah dirumuskan.
  • 12. Pengembangan persiapan mengajar harus memperhatikan minat dan perhatian peserta didik terhdap materi yang dijadikan bahan kajian. Dalam hal ini peran guru bukan hanya sebagai transformator, tetapi harus berperan sebagai motivator yang dapat membangkitkan gairah belajar, serta mendorong siswa untuk belajar dengan menggunakan berbagai variasi media, dan sumber belajar yang sesuai serta menunjang pembentukan kompetensi. Beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam menembangkan persiapan mengajar, yaitu: 1. Rumusan kompetensi dalam persiapan mengajar harus jelas. 2. Persiapan mengajar harus sederhana dan fleksibel serta dapat dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran dan pembentukan kompetensi peserta didik. 3. Kegiatan-kegiatan yang disusun dan dikembangkan dalam persiapan mengajar harus menunjang dan sesuai dengan kompetensi yang telah ditetapkan. 4. Persiapan mengajar yang dikembangkan harus utuh dan menyeluruh, serta jelas penyampaiannya. 5. Harus ada koordinasi antara komponen pelaksana prgram sekolah, terutama apabila pembelajaran dilaksanakan secara tim atau moving class.
  • 13. Komentar Bab 4 : Agar guru dapat membuat persiapan mengajar yang efektif dan berhasil, maka guru dituntut untuk memahami berbagai aspek yang berkaitan dengan pengembangan persiapan mengajar, baik itu dengan hakikat, fungsi, prinsip maupun prosedur pengembangan persiapan mengajar, serta mengukur efektifitas belajar. Karena hakikatnya rencana pengajaran adalah program guru mengajar.
  • 14. BAB 5 PENGELOLAAN PEMBELAJARAN DAN PENGEMBANGAN BAHAN AJAR Proses pembelajaran selain diawali dengan perencanaan yang bijak, serta didukung dengan komunikasi yang baik, juga harus didukung dengan pengembangan strategi yang mampu membelajarkan siswa. Pengelolaan pembelajaran merupakan suatu proses penyelenggaraan interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Proses pembelajaran berada dalam empat variabel interaksi, yaitu : variabel pertanda berupa peserta didik, variabel konteks berupa peserta didik, variabel proses dan variabel produk berupa perkembangan peserta didik baik dalam jangka pendek maupun jangka penjang. Untuk mencapai tujuan pembelajaran yang optimal, maka keempat variabel pembelajaran tersebut harus dikelola dengan baik.
  • 15. Sumber belajar ditetapkan sebagai informasi yang disajikan dan disimpan dalam berbagai bentuk media, yang dapat membentuk siswa dalam belajar sebagai perwujudan dari kurikulum. Bentuknya tidak terbatas apakah dalam bentuk cetakan, video, format perangkat lunak atau kombinasi dari berbagai format yang dapat digunakan oleh siswa ataupun guru. Selain itu sumber belajar akan lebih bermakna bagi peserta didik maupun guru apabila sumber belajar diorganisir melalui satu rangcangan yang memungkinkan seseorang dapat memanfaatkannya sebagai sumber belajar. Sumber Belajar
  • 16. Komentar Bab 5 : Kedudukan siswa dalam kurikulum berbasis kompetensi merupakan Produsen artinya siswa sendirilah yang mencaritahu pengetahuan yang dipelajarinya. Belajar juga merupakan kegiatan yang universal dan multi dimensional. Dikatakan universal karena belajar bisa dilakukan siapa pun, kapan pun dan dimana pun, karena itu siswa bisa saja merasa tidak butuh dengan proses pembelajaran yang terjadi dalam ruangan terkontrol atau lingkungan terkendali, waktu belajar bisa saja waktu yang bukan dikehendaki siswa. Maka dari itu guru harus dapat mengatur siswa berdasarkan situasi yang ada ketika proses belajar mengajar berlangung.
  • 17. BAB 6 SISTEM PENILAIN DAN PROGRAM TINDAK LANJUT Evaluasi merupakan pengukuran ketercapaian program pendidikan, perencanaan suatu program substansi pendidikan termasuk kurikulum dan pelaksanaannya, pengadaan dan peningkatan kemampuan guru, pengelolaan pendidikan, dan reformasi pendidikan secara keseluruhan. Implikasi dari diterapkannya standar kompetensi dalam proses penilaian yang dilakukan oleh guru, baik yang bersifat formatif maupun sumatif harus menggunakan acuan kriteria. Untuk itu, dalam menerapkan standar kompetensi guru harus : a. Mengembangkan matriks kompetensi belajar yang menjamin pengalaman belajar yang terarah. b. Mengembangkan pengalaman otentik berkelanjutan yang menjamin pencapaian dan pengusaan kompetensi.
  • 18. Tujuan penilaian kelas oleh guru hendaknya diarahkan pada empat tujuan berikut : 1. Penelusuran, yaitu untuk menelusuri agar proses pembelajaran anak didik tetap sesuai dengan rencana. 2. Pengecekan, yaitu untuk mengecek adakah kelemahan-kelemahan yang dialami anak didik dalam proses pembelajaran. 3. Pencarian, yaitu untuk mencari dan menemukan hal-hal yang menyebabkan terjadinya kelemahan dan kesalahan dalam proses pembelajaran. 4. Penyimpulan, yaitu untuk menyimpulkan apakah anak didik telah menguasai seluruh kompetensi yang ditetapkan kurikulum atau belum. Tidak bisa dipungkiri bahwa tujuan utama dari kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah agar murid dapat menguasai bahan-bahan belajar sesuai dengan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Untuk itu guru melakukan berbagai upaya mulai dari penyusunan rencana pelajaran, penggunaan strategi belajar mengajar yang relevan, sampai dengan pelaksanaan penilaian dan umpan balik.
  1. 19. Komentar Bab 6 : Dengan adanya rencana pengajaran yang telah disusun, guru hendaknya mempertimbangkan situasi dan kondisi yang ada, dan pada saat mengadakan kegiatan evaluasi guru harus dapat menetapkan prosedur dan teknik evaluasi yang tepat karena jika kompetensi dasar yang telah ditetapkan pada kegiatan perencanaan belum tercapai, maka guru harus meninjau kembali rencana serta implementasinya dengan maksud untuk melakukan perbaikan.